Beberapa waktu yang lalu, mungkin lebih kurang sekitar seminggu yang lalu sejak saya menulis ini, saya beribadah di suatu komunitas gereja dimana saya dibesarkan. Tipe saya ketika mendengarkan pesan yang disampaikan oleh pembicara atau pengkotbah adalah saya tidak mudah fokus terhadap apa yang disampaikan oleh penbicara. Sering ketika saya mendengarkan kotbah, pikiran saya "ngglambyar" kemana2.. Untuk sesi kotbah yang akan saya ceritakan kali ini, pengkotbah mencoba untuk membawakan tiga pesan melalui tiga perikop alkitab yang berbeda. Tapi dari tiga perikop tersebut, yang paking menarik perhatian saya adalah perikop mengenai cerita Naaman. Cerita tentang Naaman ini bisa pembaca lihat pada kitab 2 Raja-Raja 5:1-14.
Disitu diceritakan bahwa Naaman yang adalah seorang panglima raja Aram terkena penyakit kusta. Dia mempunyai budak perempuan yang menyarankan Naaman untuk menemui nabi Allah (Elisa) di Israel. Setelah bertemu Elisa, Naaman diperintahkan untuk mandi sebanyak tujuh kali di sungai Yordan. Naaman sempat menolak, tetapi atas bujukan para ajudannya, akhirnya Naaman mau melakukannya dan seketika itu juga badannya menjadi tahir. Sakit kustanya hilang.
Yang jadi "point of interest" saya dalam kejadian ini adalah kerendahan hati Naaman. Naaman, yang merupakan panglima raja Aram, mau mendengarkan perkataan budak tawanan yang notabene tidak ada harganya sama sekali. Secara pangkat juga budak tersebut jauh berbeda dengan pangkat dan kedudukan Naaman. Butuh sebuah sikap rendah hati yang luar biasa besar bagi seorang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi untuk mau mendengarkan perkataan seseorang yang notabene secara pangkat dan kedudukan jauh berada di bawahnya.
Kejadian kedua juga seperti itu. Ketika Naaman diperintahkan oleh Elisa untuk mandi sebanyak tujuh kali di sungai Yordan, Naaman sempat menunjukkan ego nya. Akan tetapi, Naaman kembali menunjukkan sikap rendah hati yang luar biasa ketika para ajudannya memohonnya untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Elisa.
Dari pikiran saya yang "ngglambyar" kemana-mana saat saya mendengarkan firman tersebut, satu kesimpulan (dari sudut pandang saya ya) yang saya bisa tarik dari kisah Naaman ini. Untuk seseorang mau dipulihkan, perlu sebuah kerendahan hati. Kerendahan hati untuk apa? Untuk mau mendengarkan, mendengarkan firman Tuhan, mendengarkan solusi yang ditawarkan oleh orang-orang yang pernah mengalaminya, mendengarkan saran dari orang-orang sekitar kita.
Well, itu sih yang bisa saya dapat dari hasil perenungan saya saat pikiran saya ngglambyar.. Hehehe.. Jangan ditiru ya.. :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar